Saturday 23 September 2017

Pemilu Serentak Apa Itu Forex


Mahkamah Konstitusi: Pemilu Serentak Mulai 2019 Mahkamah Konstitusi hari Kamis (231) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum presiden dan wakil presiden, serta pemilihan unum legislatif dilaksanakan secara serentak mulai tahun 2019 mendatang. JAKARTA Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-undang tentang pemilihan presiden dan wakil Presiden yang diajukan Aliansi masyarakat Sipil untuk pemilu seretak. Uji materi tersebut di antaranya diajukan porno Dosen Universitas Indonesia Effendi Gazali. Dalam Putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan pemilu presiden dan wakil preside serta pemilihan unum legislatif dilakukan serentak pada tahun 2019. Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan jika pemilu serentak dilaksanakan pada tahun 2014, maka tahapan Pemilu yang saat ini sedang berlangsung menjadi terganggu dan terhambat karena kehilangan dasar Hukum. Selain itu, Mahkamah mempertimbangkan, jangka waktu yang tersisa tidak memungkinkan atau tidak cukup memadai untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang baik dan komprehensif jika pemilu serentak digelar pada Pemilu 2014. Hamdan Zoelva mengatakan, quot Amar putusan mengadili, menyatakan 1. Mengabulkan permohonan pemohon pasal 3 Ayat 5, pasal 12 ayat 1 dn 2, pasal 14 ayat 2 dan pasal 112 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden bertentangan dengan UUD negara Republik Indonésia em 1945. Kedua, amar putusan dalam angka satu di atas berlaku untuk penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2019 dan Pemilihan umum selanjutnya. quot Namun, pengamat politik da Akar Rumput Strategic Consulting. Dimas Oky Nugroho menilai aneh putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Mahkamah Konstitusi lanjutnya telah menyatakan bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan calon legislativo yang tidak bempak melanggar konstitusi tetap dilatação pata pemilu 2014 mendatang. QuotMK menyatakan bahwa itu tidak konstitusional, pisah seperti itu, tetapi pelaksanaannya diundur 5 tahun lagi. Pertanyaan publik adalah jika demikian secara substansinya, bahwa sesungguhnya yang paling terbaik adalah pemilu dilaksanakan secara serentak - baik pemilihan presiden dan legislatif - maka logika itu yang diterima masyarakat. Jadi itu akan menimbulkan krisis legitimasi juga bagi pemerintahan siapapun yang akan tampil di (pemilu) 2014 nanti yang menjadi pemenang, quot ujar Dimas Oky mempertanyakan. Penggagas uji materi, Effendi Gazali mengatakan keputusan MK seharusnya datang lebih cepat sehingga bisa diterapkan pada pemilu 2014, Ini dikarenakan putusan sudah dibuat pada Mei tahun lalu tetapi hakim baru membacakan putusan itu pada hari Kamis (231) ini. Effendi mengatakan pemilu yang berlangsung dua kali telah menyalahi konstitusi dan memboroskan uang rakyat hingga Rp120 triliun. Putusan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan pemilihan umum presiden dan wakil presiden, serta pemilihan umum legislatif dilaksanakan secara serentak pada tahun 2019 ditanggapi beragam oley masyarakat. Seorang anggota masyarakat, Lisa mengatakan, quotSetuju karena alasan saya itu lebih ke efektivitas dan praktisnya kalo langsung ke satu hari lebih kayak gak perlu ribet bolak balik. quot Sementara, Anton berkomentar, quotItu berarti kan waktunya lebih singkat, satu hari, mungkin juga untuk biaya Pemilu bisa lebih irit, bisa dialihkan buat yang lain. quot Sedang Tasha mengusulkan, jangan dibikin satu hari yah karena semakin membikin suasana semakin riuh jadinya semakin tidak terkontrol takutnya jadi lebih baik dipisah aja waktu. quot Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Priyo Budi Santoso, menyambut Baik putusan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan pemilu serentak antara eksekutif dan legislatif diberlakukan pada Pemilu 2019 mendatang. Priyo mengaku sempat khawatir jika pemilu serentak itu dilaksanakan pada pemilu 2014 karena bisa saja pihak tertentu menyalahgunakan jabatan dan kekuasaannya. Untuk itu dia menilai langkah dan putusan yang diambil oleh MK sudah bijaksana dan tepat. Opini AndaMendesain Pemilu Serentak Wacana yang sempat digulirkan oleh Menteri Dalam Negeri, untuk mendesain sstem Pemilukada kita. Terutama pembatasan kerabat pejabat pemerintahan (baca: kepala daerah). Agar tidak menduduki jabatan kepala daerah secara beruntun. Patut diapresiasi. Namun jika ditimbang matang usulan tersebut. Sebagai langka awal membatasi dinasti politik dan oligarki pemerintahan dalam penentuan jabatan kepala daerah. Masih menyimpan permasalahan. Bagamaina tidak, jika ketentuan dalam RUU Pilkada itu kelak dibatalkan oleh MK. Bukankah semua warga Negara berhak untuk dipilih dan memilih sebagaimana amanat konstutusi kita (UUD). Oleh karena itu, upaya mendesain pemilu dengan melaksanakan pemilu secara serentak. Merupakan solusi yang aplikatif dapat mencegah terjadi politik dinasti. Apalagi memang dalam sistem pemerintahan presidensil dapat diaplikasikan pemilu serentak. Yang mana eksekutif dan legislatif dipilih secara langsung ole rakyat. Berbeda dengan sistem pemerintahan parlamentar, pilihan eksekutif ditentukan oleh pilihan legislatif yang menjadi pemenang pemilu dan menguasai mayoritas kursi parlemen. Dengan melakukan desain ulang terhadap waktu penyelenggaraan pemilu dapat dipetik beberapa keuntungan. Pertama. Karena pemilu yang dilaksanakan hanya satu kali dalam satu periode. Praktis akan meringkus niat dan hajat politik para kerabat, untuk melanggengkan anggota keluarganya, mengganti kedudukannya yang dijabati saat itu. Logikanya bagaimana mungkin menggiring angota keluarganya ke dalam pusaran kekuasaan dengan politik dagang pengaruh. Kalau pada waktu mencalonkan dirinya sebagai pejabat eksekutif terkendala dengan batasan waktu. Kondisi ini juga sejatinya akan memaksimalkan kinerja anggota legislatif. Agar tidak mencalonkan lagi sebagai kepala daerah di provinsi, kabupaten atau kota. Kita bisa membandingkan kondisi yang terjadi sekarang, setiap orang pada memburu kursi DPR, DPD, e DPRD. Mereka yang sudah merebut kursi diparlemen maupun yang gagal, bergerak ke bawah berebut jatah kursi kepala daerah. Bagi pemilik kursi yang telah merasakan kursi empuk senayan, jika berhasil menjadi kepala daerah, akan meninggalkan kursinya untuk orang lain, yang boleh jadi adalah kerabatnya sendiri. Sementara yang kalah pada pemilu legislatif memiliki tempo jedah untuk kembali meraih kursi jabatan eksekutif sebagai kepala daerah. Kedua. Desain pemilu secara serentak. Dengan pemilu yang bersamaaan antara pemilu legisltif dan eksekutif. Secara natural akan meniadakan politik transaksional, dan pragmatis antara eksekutif dan legislatif. Karena sedari awal partai politik sudah menguatkan barisan koalisinya, agar terpilih Capres yang diusungnya. Pada saat yang sama Presiden juga tidak akan menguras tenaga membangun koalisi jika terpilih. Bangunan koalisi yang ideal yang dapat mengatrol dan mendukung kebijakan eksekutifpun pada titik ini. Terbangun dalam format koalisi yang proporcional. O formato de Bukan lagi koalisi yang rapuh atau formato koalisi obesitas yang kadang ditentukan oleh delapan penjuruh mata angin. Ketiga. Upaya untuk mendesain multipartai sederhana dengan kombinasi sistem presidensialisme tercipta dengan sendirinya. Partai besar akan menjadi partai pemerintah, di sisi lain dengan partai-partai kecil dan menengah yang lolos angka PT 3,5 sudah pasti akan menjadi barisan oposisi. Di tingkat lokalpun dalam pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan dalam periode yang lain. Partai nasional jelas mengefektifkan dukungan untuk pemenangan kepala daerah dan pemenangan anggota DPRD di tingkat daerah. Otomatis partai nasional yang lolos angka PT di senayan akan menjemput partai lokal untuk berafiliasi dengan parpolnya. Kesimpulannya partai di tingkat nasional dan di tingkat lokal dalam waktu yang panjang pasti melebur dalam posicionamento ideologi parpol yang kuat di tingkat nasional. Pemilu Nasional Vs Pemilu Daerah Melalui mekanisme pemilu dua kali pemilu pertama adalah gabungan pemilu legislatif (baca: DPR e DPRD) dan pemilu jabatan eksekutif (baca presiden). Sedangkan pemilu kedua adalah pemilihan Kepala Daerah dan anggota DPRD baik ditingkat provence maupun kabupaten kota dimungkinkan partai-partai lokal akan menyesuaikan dengan partai nasional. Cara ini adalah cara efektif dan tidak melanggar hak politik (direito político). Partai akan menjadi sederhana karena dukungan dari partai nasional. Partai nasional di sini memiliki posisi dominan dalam menjalankan mesin partai, karena dapat ditakar oleh simpatisan dan pasar ceruk pemilih yang akan memilih di daerah dalam pemilihan kepala daerah dan pemilihan anggota DPRD. Di samping itu dengan format pemilu serentak, jika yang terpilih dalam satu fase pemilihan umum ternyata semua adalah gabungan para kerabat dalam jabatan eksekutif serta jabatan legislatif. Kalaupun hal itu terjadi, akan tampak telanjang di mata publik. Sehingga Parpol dan calon akan tampak buruk di mata pemilih. Jelas dalam konteks ini Parpol akan berpikir ulang seribu kali untuk mendaulat calon-calon dari satu keluarga. Kemudian, politik dinasti dan oligarki politik juga akan dihentikan dalam ranah pemilihan kepala daerah jika pemilihan kepala dearah dilaksanakan secara serentak. Kondisi ini tamoil teklanjang di hadapan kita saat ini. Pilkada yang berbeda waktu penyelenggaraannya menyebabkan banyak kerabat lokal bisa mencalonkan di daerah manapun. Apalagi calon kepala daerah tidak pernah dibatasi bahwa harus berdomisili di daerah yang bersangkutan. Kini yang perlu di dessain ulang adalah bagaimana kembali mengefektifkan pemilu serentak. Langka paling logik adalah dengan membagi dua pemilu serentak: pemilu nasional dan pemilu daerah. Pemilu nasional diselenggarakan untuk memilih DPR, DPDserta Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan pada tahun pertama dalam siklus lima tahunan pemilu. Dalam tahun ketiga kemudian baru diselenggarakan pemilu daerah untuk memilih kepala daerah dan anggota DPRD. Perubahan pelaksanaan pemilu jelas membutuhkan kesiapan, terutama dari sisi regulasi dan organizasi. Aturan yang perlu dipersiapkan adalah pemilu Presiden dan Wakil Presiden serentak dengan pemilu legislatif, seperti dasar penentuan partai politik dan gabungan partai politik yang berhak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Sedangkan pelaksanaan pemilu kepala daerah secara serentak, aturan yang harus dipersiapkan adalah masa peralihan terkait masa akhir jabatan kepala daerah yang tidak bersamaan.

No comments:

Post a Comment